Rabu, 11 Maret 2009

PANGAN HALALAN THAYYIBAN

Abubakar
Email:
abu.028@gmail.com


Pendahuluan
Penyediaan pangan halal, bergizi, aman, dan bermutu tinggi sudah selayak nya menjadi kebutuhan masyarakat muslim. Mengingat pentingnya masalah pangan, setiap muslim seyogyanya mengerti dan memahami terminologi-terminologi dasar bidang ini sesuai dengan Al Qur'an dan Al Hadits. Konsep utama adalah makanan halal, haram, makruh, subhat, beserta hukum daruratnya. Selanjutnya, adapula terminologi thayyib, yang lebih mengacu kepada ilmu empiris yang berkembang saat ini.

Pangan Halal
Berkaitan dengan pangan, manusia pun bertanding melawan hawa nafsu, dengan gawang tujuan adalah ridho Allah SWT (QS: adz-Dzariyat 56). Dijadikan dunia ini untuk dikelola, dikonsumsi, dan dikembangkan untuk kesejahteraan manusia (QS: al-Jatsiyah 13; Thahaa 53-54). Maka, apabila dilanggar, akibatnya akan kembali kepada kelangsungan kehidupan itu sendiri. Ada dua konsekuensi yang ditanggung: diri sendiri dan implikasi kepada masyarakat secara umum
(QS: al-Ar’raf 56; ar-Rum 41-42).
Wahai manusia, makanlah apa-apa saja yang ada dipermukaan bumi ini yang halal lagi baik. Janganlah kamu mengikuti langkah-langkah seitan, sesungguhnya setan itu adalah musuh kamu yang nyata. (QS al-Baqarah : 168)Payung ayat 168 surah al-Baqarah ini menunjukkan bahwa tidak hanya umat Islam, tetapi juga umat-umat lainnya harus mengkonsumsi pangan yang halal lagi baik. Dalam nash al-Qur’an, ada dua dalil: halal, berarti yang sah untuk dikonsumsi (secara zat) dan; haram sebagai lawan dari halal. Pangan haram ini berarti harus dihindari.
Haram lidz-dzati atau haram karena dzatnya. (QS al-Baqarah 172, al-Maidah 3, al-An’am 145) : darah, bangkai, dan babi (menurut terjemahan tafsiran Yusuf Qardhawi dalam buku Halal dan Haram, bukan hanya sekedar daging babi). Haram li-gharihi atau haram karena cara memperoleh dan cara memprosesnya. (QS al-Maidah 3) : disembelih bukan untuk kepentingan ibadah /Allah, hewan yang mati karena tercekik, ditanduk, jatuh, dipukul, diterkam binatang buas (menurut Yusuf Qardhawi, semua ini termasuk kategori bangkai/maitah).
Beberapa ketentuan Islam terhadap halal dan haram.
1. Segala sesuatu yang ada di muka bumi pada dasarnya mubah (al-Baqarah 29,al-Jatsiyah13)2. Menghalalkan dan mengharamkan adalah hak Allah (Yunus 59, al-An’am 119)3. Menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal adalah perbuatan syirik (al-Maidah 103-104)4. Yang halal tidak perlu yang haram (An-Nisa 26-28)5. Niat yang baik tidak menghalalkan yang haram (al-Mu’minun 51, al-Baqarah 172)6. Halal/haram berlaku untuk semua, tidak ada pengecualian atas seseorang (an-Nisa 105-109)7. Keadaan darurat memperbolehkan yang dilarang (al-Baqarah 172,185, al-Maidah 6, an-Nisa 28)Pengaruh makanan halal
Dalam Islam, pangan adalah sumber energi untuk berbuat kebajikan (QS: al-Baqarah 172). Pangan juga akan membentuk daging, darah, dan mempengaruhi cara berfikir dan emosional tiap-tiap individu.Masuk akal apabila seseorang yang terbiasa mengkonsumsi makanan non-halal untuk cenderung bertindak dan berbuat hal-hal yang melanggar perintah Allah SWT. Ibnu Abbas r.a. berkata, “Tatkala aku membaca ayat di hadapan Rasulullah, yang artinya, ‘Wahai manusia makanlah apa-apa yang ada di bumi yang halal dan baik.’ Tiba-tiba berdirilah Sa’ad bin Abi Waqqas kemudian berkata,’Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar menjadikan doaku mustajab.’Rasulullah saw. menjawab, ‘Perbaikailah makananmu, niscaya doamu mustajab. Demi yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, seseorang yang memasukkan sesuatu yang haram ke dalam perutnya, maka tidak diterima dari amal-amalnya 40 hari. Dan seorang hamba yang dagingnya tumbuh dari yang haram dan riba maka neraka lebih layak baginya’.”
Dalam dua hadits yang disajikan ini, Rasullullah telah menberikan konsekuensi bagi pengkonsumsi makanan non-halal, yaitu: tidak diterima ibadahnya serta akan merasakan panasnya api neraka. Akan tetapi peringatan tersebut agaknya masih banyak dilanggar oleh umat, salah satunya dengan alasan: makanan halal lebih mahal harganya, atau bagi yang tinggal di daerah minoritas, pangan tersebut susah untuk didapatkan.Masalah pangan, tidak cukup hanya berhenti pada terminologi, tetapi juga menjadi sebuah praktek dalam hidup komunitas muslim. Penyediaan pangan yang memenuhi kaidah syariah dan menentramkan hati umat merupakan tugas mulia yang bisa dikatakan fardhu kifayah.

Pangan Thayyib
Dalam perkembangannya, penyediaan pangan dibagi menjadi tiga kategori utama, yaitu bahan baku, perdagangan bahan baku/pangan jadi dalam kemasan, dan katering. Tersedianya makanan halal dan thayyib tidak lepas dari peranan teknologi, misalnya proses pengalengan, perlakuan dengan panas, fermentasi, pengepakan, dan sebagainya. Begitu juga dengan penyediaan material pen dukung, yang kebanyakan memanfaatkan ilmu bioteknologi.
Para ilmuwan Islam telah banyak berkontribusi dalam meningkatkan kualitas konsumsi ummat, namun sayangnya, gayung kurang bersambut, dengan lemahnya penyerapan ilmu ditingkat industri. HrCCP (Haram Critical Control Point) yang digagas 10 tahun yang lalu, tampaknya masih belum banyak diketahui, digunakan, apalagi dikembangkan. Dorongan dari komunitas Islam terhadap penyedian makanan halal dan berkualitas pun masih dikalahkan dengan aspek kemampuan ataupun perhitungan ekonomi.

Pangan Aman
Terminologi aman dalam makanan adalah mengkonsumsi nutrisi yang dibutuhkan dengan tidak membawa zat-zat berbahaya yang dapat membawa efek samping bagi tubuh. Termasuk dalam hal ini adalah mengkonsumsi produk kedaluarsa, memakan makanan yang kotor, mengkonsumsi makanan yang mengandung zat kimia tidak aman atau melebihi ketentuan yang disyaratkan. Dalam kenyataannya, di negara maju seperti Eropa, masyarakatnya meng konsumsi racun yang terikut di dalam produk sereal (roti gandum, barley, oat, beras) pada kadar 8-12 ng/kg berat badan setiap minggunya. Nano gram artinya satu bagian per semilyar. Pada kadar di atas 100 ng/kg berat badan (FAO, 2001), racun ini dapat mengakibatkan penyakit degeneratif seperti kanker dan tumor. Di negara miskin seperti Indonesia dan Afrika, penggunaan bahan pewarna tekstil, pengawet non-organik, dan penguat rasa merupakan masalah yang setiap tahun dilaporkan (BPOM, 2007; BPOM, 2005).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar