Rabu, 11 Maret 2009

ABSTRAK KARYA TULIS

MUTU KARKAS AYAM HASIL PEMOTONGAN SECARA TRADISIONAL
DI RUMAH POTONG AYAM DAN PENERAPAN SISTEM
HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT

ABUBAKAR
Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Bogor

ABSTRAK

Karkas ayam merupakan salah satu komoditi yang penting arti dan peranan nya yaitu menyangkut aspek gizi, sosial budaya dan ekonomi. Industri karkas ayam mempunyai prospek ekonomi yang cukup cerah, karena usaha peternakannya relatif mudah, cepat serta usaha pemotongannya sederhana. Untuk memenuhi permintaan pasar yang cukup tinggi akan karkas ayam, maka sudah selayaknya produsen harus siap menyediakan karkas yang betul-betul baik, segi kualitas maupun kuantitasnya sehingga akan terjamin kontinuitas maupun daya belinya. Sampai saat ini pemotongan ayam sebagian besar masih tradisional yang dilakukan di rumah pemotongan ayam (RPA) sehingga menghasilkan karkas yang bermutu rendah, dan kerugian akibat kerusakan selama penanganan/pemotongan ayam mencapai 10-20 persen. Beberapa faktor yang menyebabkan kerugian pada karkas adalah adanya memar-memar (90%) yang terdapat pada karkas yang terjadi antara satu sampai 13 jam sebelum pemotongan, dan 38% dari memar-memar itu terdapat pada bagian dada dan paha. Dalam tulisan ini akan di pelajari sejauh mana mutu karkas ayam hasil pemotongan secara tradional yang dilakukan di rumah potong ayam dan ke mungkinan diterapkannya Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Konsep HACCP bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk hasil pertanian khususnya untuk menjamin keamanan pangan. Prinsip dasar dari sistem pengawasan bahan pangan asal hewan meliputi pencegahan dini, pengawasan proses produksi mulai dari tahap awal sampai distribusi produk akhir. Hasil penelitian lapang menunjukkan bahwa untuk skala pemotongan ternak antara 100-400 ekor/hari (skala kecil) dan antara 300-3000 ekor/hari (skala besar) menggunakan sistem pemotong an tradisional dan sebagian menggunakan mesin sederhana untuk pencabutan bulu dengan kapasitas 5-10 ekor/mesin/2-3 menit, dengan sarana yang terbatas dan belum mengikuti sistem HACCP. Hasil “grading” dengan metode SNI 1998 yang dilakukan terhadap karkas ayam yang dihasilkan RPA menunjukkan bahwa mutu I antara 51,85-66,55%, mutu II antara 27,97-43,02% dan mutu III antara 5,13-10,17% dengan sistem pencabutan bulu menggunakan mesin sederhana, sedangkan yang menggunakan pencabutan bulu dengan tangan menghasilkan mutu I antara 50,75-58,91%, mutu II antara 32,63-40,45% dan mutu III antara 7,76-11,25%. Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan bahwa teknik pemotongan ayam yang dimasukkan dalam corong dan pencabutan bulu dengan tangan menghasilkan persentase mutu karkas terbaik yaitu 66,67 %.


Kata kunci : Karkas ayam, mutu, pemotongan tradisional, HACCP.

ABSTRACT

Broiler carcass is one of the important commodities which has important role in of nutritions, social, anthropological and economic aspects. Broiler carcass industries tend to have good prospects because of relatively simple husbandry, fast farming rotation, and simple slaughtering efforts. To meet the high demand of broiler carcass, producers should provide good quality carcasses in terms of quality and quantity to continuously supply the products with relatively low in price. However, chicken slaughter houses in big cities, are traditional that only produced low quality carcass which achieved 10-20% losses during post harvest handling. Their are some factors influencing carcass quality. Bruising is one of the most important factors of carcass quality (90%) which occurred between 1-13 hours before slaughtering, 38% of this incidence, were in breast and legs. In this essay will study how far the quality of chicken carcass which using traditional slaughtering system has done at slaughterhouse and maybe follow Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). The aim of HACCP concept for increase quality of the agriculture product especially for protect the food. Basic principle of control system the food which source of the animal involve preventive early, control to production process, which begin from the beginning until the last distribute product. Results of previous experiments showed that there are two groupes, i.e small scale slaughter houses (100-400 chicks/day) and larger scale slaughter house (300-3000 chicks/day) using traditional slaughtering system. Parts of the slaughter houses recorded still used simple machines in withdrawing feather with the capacity of 5-10 chicks/machine/2-3 minutes. They have limited facilities and did not follow the HACCP system. Grading results using SNI method (1998) showed that the group that had grade I was 51,85-66,55%, grade II was 27,97-43,02% and grade III when manually with drawn was 5,13-10,17%, when the feathers were with drawen using machine, but values were 50,75-58,91%, 32,63-40,45%, and 7,76-11,25% for the grade I, II and III. Laboratory test indicated that slaughtering technics in chicken using tubes with hand feather with drawl resulted in the best carcass quality achieving 66, 67 %.


Keywords: Broiler carcass quality, traditional slaughtering, HACCP.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar